KONTAN.CO.ID - HONG KONG. Lembaga Pemeringkat Internasional Fitch Ratings menaikkan rating utang jangka panjang dalam mata uang asing dan lokal ke BBB dari BBB- dengan outlook Stable.
Menurut laporannya, kenaikan rating ini adalah lantaran adanya ketahanan Indonesia terhadap guncangan eksternal yang telah terus diperkuat dalam beberapa tahun terakhir. Sebab, kebijakan makroekonomi secara konsisten diarahkan untuk menjaga stabilitas.
"Kebijakan nilai tukar yang lebih fleksibel sejak pertengahan 2013 telah membantu penyangga cadangan devisa membengkak menjadi US$ 126 miliar pada November 2017," tulis Primary Analyst Fitch Ratings Thomas Rookmaaker dalam laporan yang dikutip KONTAN, Kamis (21/12).
Selain itu, menurut Fitch, kebijakan moneter sudah cukup untuk membatasi volatilitas aliran dana asing pada periode yang menantang. Dia menilai, langkah-langkah makroprudensial telah membantu menekan kenaikan tajam utang luar negeri swasta.
Pendalaman keuangan telah bertepatan dengan stabilitas pasar yang membaik. "Fokus pada stabilitas makro juga terlihat dalam asumsi anggaran yang kredibel dalam beberapa tahun sebelumnya," ujarnya.
Adapun Fitch menyoroti reformasi struktural yang dilakukan pemerintah guna memperbaiki lingkungan bisnis. Pelaksanaan langkah-langkah untuk mengurangi persyaratan prosedural dan izin bisnis telah meningkatkan secara tajam posisi Indonesia dalam peringkat ease of doing business Bank Dunia di 72 dari 190 negara, naik 37 level dalam dua tahun.
"Efeknya (FDI) meningkat dalam kuartal terakhir sampai-sampai Fitch memperkirakan FDI bersih untuk menutupi defisit transaksi berjalan selama beberapa tahun ke depan," katanya.
Pertumbuhan PDB juga tetap kuat di tengah negara-negara peers lainnya dengan rata-rata pertumbuhan 5,1% selama lima tahun sebelumnya. Fitch memperkirakan pertumbuhan PDB akan meningkat menjadi 5,4% di tahun 2018 dan 5,5% pada 2019, dari 5,1% di tahun 2017.
Beban utang pemerintah juga terbilang rendah yakni sebesar 28,5% dari PDB pada tahun 2017, seperti yang diharapkan oleh Fitch. Pemerintah mematuhi batas defisit anggaran sebesar 3% dari PDB, yang telah membantu menjaga kepercayaan investor di Indonesia selama masa turbulensi pasar.
Namun, penerimaan pemerintah sangat rendah. Hal ini menghambat pembiayaan langsung pemerintah untuk proyek infrastruktur dan meningkatkan ketergantungan pada badan usaha milik negara (BUMN) untuk mengatasi defisit infrastruktur yang besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar