Pada tahun ini pemerintah menargetkan tingkat kemiskinan di Indonesia turun ke level 9,5% sampai 10% atau menjadi titik awal pada single digit. Saat ini, tingkat kemiskinan di RI sebesar 10,12% atau 26,58 juta jiwa.
Ada beberapa strategi khusus yang dilakukan pemerintah pada tahun ini untuk mengurangi tingkat kemiskinan, mulai dari integrasi pemberian manfaat pendidikan dengan kesehatan dengan meningkatkan pelaksanaan jaminan dan bantuan sosial tepat sasaran, serta pemenuhan kebutuhan dasar. Seperti peserta penerima bantuan iuran (PBI) melalui jaminan kesehatan nasional (JKN)/kartu Indonesia Sehat (KIS) sebanyak 92,4 juta orang.
Lalu, bantuan pendidikan/Kartu Indonesia Pintar (KIP) sebanyak 19,7 juta orang. Perluasan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dari 1,2 juta keluarga penerima manfaat (KPM) di 44 kota menjadi 10 juta di 217 kabupaten/kota. Serta perluasan program keluarga harapan dari 6 juta KPM menjadi 10 juta KPM. Yang tidak kalah penting, melalui program padat karya tunai alias cash for work.
"Pada awal 2018 akan dilakukan di 1.000 desa di 100 kabupaten/kota," kata Bambang di Kantor Bappenas, Jakarta, Selasa (9/1/2018).
Mengenai kriterianya, merupakan desa yang habis terkena bencana, rawan pangan, hingga desa yang terimbas konfik atau desa yang benar-benar miskin. Adapun, sumber dana yang digunakan untuk program ini berasal dari alokasi dana desa, serta proyek-proyek nasional yang berasal dari APBN maupun APBD.
"Cash for work kami prioritaskan untuk 1.000 desa di 100 kab/kota. Terutama yang stunting-nya tinggi, karena itu artinya kemiskinannya parah. Itu yang kami coba perbaiki dulu," kata Bambang di Kantor Bappenas, Jakarta, Selasa (9/1/2018).
Beberapa desa yang akan diprioritaskan karena stunting yaitu Lampung Tengah, Rokan Hulu di Riau, Cianjur di Jawa Barat, Brebes dan Pemalang di Jawa Tengah, Lombok Tengah di NTT, Ketapang di Kalimantan Barat, Gorontalo, Maluku Tengah, dan Wanijaya di Papua.
Baca juga: Korupsi akan Tuntas Bila 4 Lembaga ini saling Bekerja Sama,...
Mengenai skemanya, Bambang menjelaskan, program padat karya tunai ini ditujukan bagi masyarakat kurang mampu atau miskin, bersifat partisipatif, 30% dana kembali ke masyarakat dalam bentuk upah, pembangunan dikerjakan dengan swakelola dengan sumber daya alam, serta tenaga kerja dan teknologi lokal.
"Jadi misalnya bangun saluran desa, misalnya nilainya Rp 100 juta, Rp 30 jutanya berbentuk upah, dan yang mengerjakan itu masyarakat sekitar, bukan kontraktor dari desa sebelah," ungkap dia.
Lebih lanjut dia mengungkapkan, pengawasan selama proyek pengerjaan padat karya tunai berlangsung bisa dilakukan oleh Kementerian PUPR, pendamping desa.
"Indikasi keberhasilannya proyek selesai tepat waktu, mengurangi kemiskinan dan pengangguran, tidak hanya libatkan dana desa tapi juga proyek APBN yang alokasinya di desa," tukas dia. (eds/eds)
DETIK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar